Minggu, Maret 06, 2011

Tidak terasa telah hampir tiga tahun lamanya, aku bersekolah di SMAN 1 Sumenep. Tidak lama lagi, aku akan segera menghadapi Ujian Nasional dan lulus sekolah. Menuju jenjang pendidikan yang lebih tinggi, UNIVERSITAS. Namun kurasakan bahwa bersekolah SMA tiga tahun lamanya adalah singkat. Seakan baru kemarin aku melihat namaku terpampang di papan pengumuman, dan kini aku hampir lulus. Sungguh waktu telah berputar begitu cepat, dan kesibukan bersekolah di SMA membuat diriku tidak sadar, bahwa masa aktif bersekolah SMA-ku akan segera habis.

Cinta yang gagal, prestasi yang membanggakan, dan moment yang penuh emosi, adalah kisah tersendiri yang tidak akan pernah terlupakan. Memang benar kata pepatah, masa SMA adalah masa yang paling indah. Begitu juga dengan masa SMA-ku, beserta dengan kisah-kisah yang mewarnainya. Agak berat rasanya jika sebentar lagi harus berpamitan dengan masa SMA. Melepas baju putih abu-abu.

Bersekolah di SMAN 1 Sumenep adalah suatu kebanggaan dan kehormatan. Kebanggaan karena SMAN 1 Sumenep adalah SMA paling favorit di Kabupaten Sumenep, dan kehormatan karena telah diajarkan oleh guru-guru professional dan berkompeten di bidangnya –bahkan ada beberapa guru yang fenomenal, seperti Pak Adang dan Pak Zein, dibahas di tulisan lain-. Namun sekolah sebagus apapun itu pasti memiliki celah –tidak ada sekolah yang gedungnya tidak retak-, yakni permasalahan baik intern maupun ekstern.

Permasalah yang ku jumpai diawal masuk sekolah adalah permasalah tentang areal sekolah yang terlalu sempit. Aku sempat kaget ketika melihat lapangan volley beralih fungsi menjadi areal parkir, dan tidak jarang lapangan basket juga dialihkan menjadi areal parkir. Sungguh miris hatiku, sekolahku menjadi lautan sepeda motor, seandainya peraturan 3km diterapkan, tentunya sekolahku tidak akan akan terpenuhi sepeda motor. Hingga akhirnya, dengan berjalannya wakru, aku menjadi terbiasa dengan pemandangan lautan sepeda motor.
Mengenai proses pembelajaran, kurasakan tidak ada masalah. Semua berada pada koridor yang tepat, guru lebih sedikit menjelaskan dan hanya menjadi fasilitator, menitik beratkan proses pembelajaran pada siswa.

Meskipun setiap guru memiliki karakter masing-masing yang berbeda –bahkan ada yang bertentangan-, dipandanganku hal itu bukanlah sebuah persoalan. Tetapi malah membuat diriku berdecak kagum atas kekayaan karakter guru-guru di SMAN 1 Sumenep. Keanekaragaman karakter tersebut, dijadikan lelucon di mata siswa, setiap guru-guru pasti memiliki julukan masing-masing, entah julukan positif maupun negatif, dan itu adalah hal yang wajar.

Semakin berjalannya waktu, semakin banyak permasalahan yang muncul. Hingga puncaknya pada saat pelaksanaan resital SMANSA tahun 2010, moment tersebut penuh emosi dan penuh dengan masalah –juga penuh dengan prestasi-. Sebenarnya kelasku lah yang mencari masalah, yang hendak menjadi Iwan Fals kesiangan - mengejek sistem pemerintahan absolut Soeharto-. Namun dari moment itulah, kelas kami yang katanya disebut kelas unggulan –padahal sama saja dengan kelas-kelas lainnya- menjadi perbincangan hangat para guru. Secara tidak langsung, kami (kelas XI IPA 1) menjadi naik daun meskipun dengan cara yang salah.

Ternyata diwaktu aku bersekolah di SMAN 1 Sumenep, pemegang kekuasaan tertinggi –kepsek, pada saat itu Pak Sani- telah merangkul jabatan dengan waktu yang cukup lama –melebihi masa jabatan kepsek pada umumnya-. Hingga muncullah decak dari kakak kelas untuk mengadakan demo, demo untuk melengserkan Pak Sani. Aku tak memperdulikannya, karena menurutku setiap manusia pasti memiliki kesalahan, dan begitu juga Pak Sani. Tugas kepala sekolah tidak semudah yang kita bayangkan. Persoalan mengenai lamanya masa jabatan Pak Sani, diriku mengangap bahwa Pak Sani memiliki kinerja kepala sekolah yang memuaskan, sehingga layak untuk memegang kekuasaan dalam waktu yang cukup lama.

Begitulah yang namanya hidup, “semakin tinggi pohon semakin kencang angin yang menerpanya”. Semakin tinggi jabatan seseorang, semakin banyak rintangan, dan rintangan tersebut salah satunya adalah keadaan tidak disukai orang. Jangankan Pak Sani, Nabi Muhammad (Rasulullah SAW) –tauladan umat muslim- sering dperlakukan hal yang tidak manusiawi oleh kaum kafir Quraisy, bahkan dibenci oleh kaum kafir Quraisy. Tetapi kenyataannya, Rasulullah adalah orang pilihan dan telah mendapatkan tempat di sisi Allah. Jadi, dibenci oleh orang adalah hal yang biasa, yang terpenting adalah segala sesuatu yang kita lakukan tidak pernah menyimpang dari norma-norma yang berlaku.

Baru-baru ini menjelang kelulusan, timbul lagi permasalahan. Yakni waktu pendaftaran SNMPTN Undangan yang hamper saja telat. Hal ini dikarenakan kali pertamanya kesempatan tersebut diadakan, sehingga membuat kinerja BK kurang sigap. Tetapi hal ini bukanlah permasalahan yang serius, kenyataannya pendaftaran masih belum ditutup -masih berjarak beberapa hari dari waktu ditutupnya pendaftaran-.

Demikianlah sekelumit permasalahan yang timbul, ketika aku bersekolah di SMAN 1 Sumenep –sebenarnya, jika aku menguraikan semua masalah, mungkin bisa mencapai 10 lembar-, semoga dapat menjadi evaluasi bagi SMAN 1 Sumenep dalam kedepannya. Sukses selalu untuk sekolahku tercinta, SMAN 1 Sumenep.









0 Reactions:

Posting Komentar

Blog adalah suatu representasi dari individu penulisnya, baik pikiran, pengalaman, perasaan dan sebagainya (Manungkarjono, 2007). Blog juga merupakan suatu hasil karya cipta yang dilindungi UU 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta.

Yuk Taaruf









Nur Abdillah Siddiq
Mahasiswa Jurusan Fisika ITS, sedang menggeluti Fiber Optik dan dunia pengembangan diri. Berusaha mengabdi dan memberikan kontribusi nyata pada agama Islam, Negara Indonesia, dan Orang Tua Tercinta (H. Fajar Rahman dan Hj. Sri Tumiasih).

Blog ini adalah website pribadi Nur Abdillah Siddiq. Diberdayakan oleh Blogger.

Translate

Popular Posts

Yuk Baca !

Yuk Baca !