Minggu, Maret 06, 2011


Memulai suatu usaha adalah langkah awal yang baik untuk pencapaian standart hidup yang lebih tinggi, tetapi tidak demikian halnya dengan memulai usaha rumah makan di Kabupaten Sumenep, Madura. Usaha rumah makan di Kabupaten Sumenep bisa dikatakan hanya mendatangkan rugi, dan dampak negatif lainnya, mengapa demikian?
Pasalnya rumah makan yang baru berdiri di Kabupaten Sumenep, dalam jangka waktu yang tidak lama akan sepi bahkan tidak memiliki pelanggan sama sekali. Memang, pada awal peresmian rumah makan, rumah makan akan menjadi sanagt ramai dipenuhi pelanggan. Hal tersebut dikarenakan adanya promosi yang menawarkan barang secara gratis, seperti balon dan harga miring dari suatu makanan.

Kontras dengan hal tersebut, restoran yang telah memiliki nama dan telah dikenal luas oleh masyarakat, tidak akan pernah sepi dari pelanggan. Mungkin ide para pengusaha untuk memulai rumah makan berasal dari fenomena tersebut. Sehingga usaha rumah makan menjadi menjamur di Kabupaten Sumenep. Hanya dalam ruang lingkup sekitar 1000 meterpersegi telah terdapat 6 rumah makan. Tetapi kemudian para pengusaha menyadari bahwa dirinya salah, karena untuk mendapatkan hati para pelanggan diperlukan suatu pendekatan yang sangatlah sulit.



Ya, itulah sifat yang menonjol dari kebanyakan masyarakat Sumenep, teguh pada pendirian dan tidak suka yang aneh-aneh. Kebanyakan restoran baru menawarkan makanan-makanan asing yang belum pernah dikenal lidah masyarakat sebelumnya-rasanya aneh-, hal ini kemudaian menyebabkan kurangnya minat masyarakat terhadap makanan tersebut. Bertolak belakang dengan pemikiran yang selama ini kita anut, yang terbaru adalah yang tersepi, bukan yang teramai.

Sekarang, rumah makan banyak sekali bermunculan di Kabupaten Sumenep, dari warung dengan dinding bambu hingga ke restoran yang lengkap dengan AC-nya. Menjamurnya rumah makan merupakan rentetan kejadian setelah menjamurnya counter HP dan warnet di kabupaten Sumenep. Kita tidak tahu apakah pengusaha-pengusaha rumah makan tersebut hanya mengikuti trend berusaha atau ingin menawarkan makanan spesial kepada pelanggan. Yang jelas, dengan banyaknya rumah makan tersebut, dapat merusak tatanan perekonomian kabupaten Sumenep.


Rusaknya tatanan ekonomi, apa hubungannya? Tentu saja sangat berhubungan dengan menjamurnya restoran di Kabupaten Sumenep. Restoran memerlukan bahan mentah (sayur mayur, rempah, dsb, yang dalam konteks ini disebut bahan mentah) untuk kemudian di olah, namun jika banyak sekali restoran yang menginginkan bahan mentah tersebut , terjadilah persaingan yang akan berakibat pada kelangkaan pangan. Apalagi, jika restoran sepi, bahan mentah tidak digunakan dan akan membusuk. Ini lebih dari sekedar merugi, laju pembelian bahan mentah mengikuti deret ukur, sedangkan penyediaan bahan mentah mengikuti deret hitung.


Jadi, janganlah heran jika terjadi kelangkaan cabe dan kenaikan harga yang menjulang sangat tinggi. Harga cabe rawit di pasaran kabupaten Sumenep (pasar Anom), setiap kilogramnya dipatok harga 100.000 rupiah. Sedangkan jika saya tidak salah, pada waktu sebelum terjadinya penjamuran restoran, harga cabe tidak lebih dari 10.000 rupiah tiap kilogramnya. Betapa drastis kenaikannya, mencapai 10 kali lipat dari sebelumnya.

Tidak hanya harga cabe, kenaikan harga akibat penjamuran rumah makan juga merembet pada kenaikkan harga minyak tanah, beras dan kebutuhan pokok lainnya. Padahal di lain pihak, banyak restoran yang sepi, dan aktifitasnya hanya sebatas membeli bahan mentah, -alasan mengapa rumah makan yang dipermasalahkan, karena rumah makan memesan bahan mentah 5kali lebih banyak dari pada kebutuhan sebuah keluarga-. Bahkan, ketika diteliti langsung, lampu dan kipas angin tetap saja dinyalakan meski tidak ada pelanggan, bukankah itu pemborosan yang melampaui batas?



Untuk itu, bagi para pengusaha rumah makan di Kabuaten Sumenep yang usaha rumah makannya selalu sepi, dimohon dan dihimbau untuk segera beralih usaha. Tujuannya agar stabilitas perekonomian di kabupaten Sumenep kembali membaik. Dan untuk para pendatang yang mau memulai usaha rumah makan di Kabupaten Sumenep, hendaknya dipertimbangkan lebih baik lagi. Sebenarnya, jika kita mau melihat keluar seperti ke kota Surabaya, ada banyak sekali usaha yang masih belum dimulai dan dijalankan di Kabupaten Sumenep. Namun, jika para pengusaha hanya mengikuti trend usaha, usahanya dijamin akan sulit untuk maju kecuali menawarkan sesuatu yang benar-benar baru dan kreatif.




Fasilitas copyctrl + actrl + c, dan klik kanan telah dimatikan (disable), 
apabila hendak menyalin dan mendapatkan postingan ini 
silahkan mendownload


Fullerena


0 Reactions:

Posting Komentar

Blog adalah suatu representasi dari individu penulisnya, baik pikiran, pengalaman, perasaan dan sebagainya (Manungkarjono, 2007). Blog juga merupakan suatu hasil karya cipta yang dilindungi UU 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta.

Yuk Taaruf









Nur Abdillah Siddiq
Mahasiswa Jurusan Fisika ITS, sedang menggeluti Fiber Optik dan dunia pengembangan diri. Berusaha mengabdi dan memberikan kontribusi nyata pada agama Islam, Negara Indonesia, dan Orang Tua Tercinta (H. Fajar Rahman dan Hj. Sri Tumiasih).

Blog ini adalah website pribadi Nur Abdillah Siddiq. Diberdayakan oleh Blogger.

Translate

Popular Posts

Yuk Baca !

Yuk Baca !