Cover Buku |
Saya tertarik membaca buku ini karena status saya sebagai mahasiswa. Mahasiswa adalah calon-calon cendekiawan. Disebut calon karena tidak semua mahasiswa bisa menjadi cendekiawan, ada yang dikeluarkan di tengah jalan (drop out), ada yang berhenti atas pilihannya sendiri, dan lain sebagainya. Definisi saya mengenai cendekiawan yang didasarkan atas status mahasiswa tentu sangatlah sempit, tetapi hal tersebut semata-mata untuk memudahkan pembahasan kedepannya dan juga keterbatasan wawasan yang saya miliki.
Bagi mahasiswa yang telah mengikuti sistem kaderisasi atau pergerakan mahasiswa, pasti tidak asing lagi dengan yang namanya PFM (Peran dan Fungsi Mahasiswa). Ada yang ingat PFM ada berapa butir? Ya, ada 4, apa saja? Moral Force, Iron Stock, Sosial Control, dan Agent of Change. Jauh panggang dari api. Ternyata kita (termasuk saya) hanya sebatas mengetahui konsep indah itu. Seperti kacang lupa pada kulitnya. Cerminan tingkah laku kita sebagai mahasiswa terkadang tidak mencerminkan teori yang telah kita cerna tersebut, malah terkadang berlawanan dengan konsep indah tersebut. Indah karena jika seluruh mahasiswa benar-benar mampu menerapkan PFM tersebut, maka masa krisis multidimensional yang melanda Indonesia akan segera berakhir!
Hakikat pesan-pesan yang disampaikan oleh Ali Shariati dalam bukunya yang berjudul Tugas Cendekiawan Muslim tidak jauh berbeda dengan konsep indah PFM. Entah tokoh mana yang mencetuskan konsep PFM tersebut, terlepas dari itu semua, Ali Shariati mempertegas urgensi dari PFM. Dari keempat butir PFM, yang lebih ditekankan oleh Ali Shariatin dalam bukunya adalah Social Control. Social control tentu saja adalah frase penghubung, ada nilai yang lebih luhur dalam social control, yakni social control untuk mewujudkan masyarakat yang lebih Islami. Lebih Islami itulah tujuan akhirnya, sedangakn social control adalah tujuan antaranya.
Ali Shariati menekankan dengan sangat mendetail dan gamblang akan perlunya seorang cendekiawan untuk menjembatani masyarakat dengan kemajuan yang terjadi di zamannya. Tema sentral gagasannya adalah bahwa para cendekiawan muslim atau intelektual muslim atau mahasiswa muslim hanya akan memiliki makna dan fungsi apabila mereka selalu berada ditengah-tengah massa rakyat atau masyarakat (social control); menerangi massa, membimbing massa dan bersama-sama massa melakukan pemabaharuan ke arah kehidupan yang lebih baik, lebih Islami.
Ali Shariati juga berhasil menganalisis bahwa dengan semakin majunya zaman. Pemuda-pemuda akan banyak berkiblat kepada dunia barat (Eropa dan Barat). Dengan sangat tegas, Ali Shariati mengingatkan kita semua sebagai cendekiawan agar jangan sampai menjadi pembebek dan pembeo Barat maupun Timur, karena jika demikian kita akan kehilangan kepribadian kita sendiri. Rasulullah SAW (semoga shalawat senantiasa tercurahkan kepada beliau), dibangkitkan oleh Allah SWT dari tengah-tengah masa untuk kemudian bersama-sama massa keluar dari kegelapgulitaan ke suasana terang benderang.
Di awal buku, dengan sangat indah Ali Shariati menguraikan definisi manusia dan Islam, kemudian dilanjutkan dengan hipotesis Dr. Ali Shariati tentang empat penjara manusia yakni sejarah, lingkungan social (masyarakat), alam dan ego. Kunci untuk membuka keempat gembok tersebut adalah dengan cinta. Dilanjutkan dengan pembahasan secara mendetail mengenai kebudayaan di zaman sekarang. Dimana budaya hedonis dan materialistis hanya akan membawa kepada dunia yang absurd, tanpa makna. Teknologi menawarkan lebih apa yang benar-benar dibutuhkan masyarakat di dunia ketiga. Dampaknya adalah seluruh sendi kehidupan menjadi absurd, tidak bermakna. Bagaimana bisa bermakna apabila jawaban terhadap kebutuhan dasar tidak dapat terpenuhi?
Alhasil, bagi anda yang benar-benar tertarik untuk membahas budaya materialisme, pola hidup, membendung pengaruh barat, kebudayaan dan sosiologi, saya merekomendasikan untuk segera membaca buku tersebut. Satu kata untuk merangkum tulisan Dr. Ali Shariati adalah “Menggerakkan”.
0 Reactions:
Posting Komentar
Blog adalah suatu representasi dari individu penulisnya, baik pikiran, pengalaman, perasaan dan sebagainya (Manungkarjono, 2007). Blog juga merupakan suatu hasil karya cipta yang dilindungi UU 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta.