Kamis, April 11, 2013

“Dengan diterapkannya sistem pendidikan Islam, diharapkan Indonesia dapat mengambil gilirannya, bukan hanya dalam mensejahterakan negerinya, tetapi juga dalam memimpin dunia yang mulai terseok-seok”
(Nur Abdillah Siddiq).

Syumul dan kaffah adalah ciri agama Islam. Kaffah berarti menyeluruh dan syumul berarti sempurna. Oleh karena itu, sebagai agama yang menyeluruh dan sempurna, maka ajaran agama Islam mencakup seluruh aspek kehidupan manusia. Di antaranya adalah aspek hubungan vertikal dengan sang Khalik (Allah Azza Wa Jalla) yakni ibadah mahdhoh, maupun hubungan horizontal dengan sesama manusia dan makhluk alam (tumbuhan dan hewan) yakni politik, hukum, ekonomi, ilmu pengetahuan, gaya hidup dan pendidikan. 

Sebagai agama yang menyeluruh dan sempurna, Islam tidak mengenal sistem pengkotak-kotakan, termasuk dalam hal pendidikan. Namun, sistem pendidikan saat ini merupakan bentuk dari pengkotak-kotakan kurikulum dan pemilahan pengetahuan secara tajam, sehingga berakibat pada pengalaman belajar seorang penuntut ilmu menjadi terpecah-belah. Terdapat dikotomi bahwa apabila hendak mempelajari sains dengan metodologi ilmiah, maka seseorang harus melepaskan “topi” agamanya dan juga sebaliknya.

Pendidikan Islami di Indonesia berlangsung dan berkembang sejak masuknya Islam pertama kali di Indonesia pada tahun 651 M. Pendidikan Islami diberikan dengan mengikuti tuntunan Al-Quran dan Al-Hadist, bahwa agama diajarkan kepada manusia dengan visi mewujudkan manusia yang bertakwa kepada Allah SWT dan berakhlak mulia, serta bertujuan untuk menghasilkan manusia yang jujur, adil, berbudi pekerti, etis, saling menghargai, disiplin, harmonis dan produktif, baik personal maupun sosial, semata-mata untuk beribadah kepada Allah SWT. Dengan akhlak tersebut, diharapkan pendidikan Islami dapat memajukan peradaban bangsa menjadi lebih bermartabat, tangguh dalam menghadapi tantangan, hambatan, dan perubahan yang muncul dalam pergaulan masyarakat baik dalam lingkup lokal, nasional, regional maupun global.

Pendidikan Islami merupakan kebutuhan mutlak. Dikarenakan urgensi pendidikan Islami, maka pendiri bangsa Indonesia (founding father) merumuskan dasar negara dengan mencantumkan asas “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat-syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” sebagai sila pertama dari pancasila yang kemudian diubah menjadi “Ketuhanan yang Maha Esa”.

Pendidikan nasional sebagaimana tercantum dalam pasal 4 UUSPN (Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional) bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, berkepribadian mantap dan mandiri serta tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Adapun hakikat nilai-nilai Islami yang terkandung dalam UUSPN tersebut adalah nilai yang membawa pada kemaslahatan dan kesejahteraan bagi seluruh mahluk (sesuai dengan konsep Rahmatan Lil‘alamiin). Terdapat korelasi yang erat dan tidak dapat dipisahkan antara pendidikan nasional dengan pendidikan Islami, sehingga diharapkan konsep pendidikan Islami dalam rangka pendidikan nasional harus dimulai secara integral dan utuh.

Dengan diterapkannya sistem pendidikan Islami, maka sejarah mencatat bahwa pada abad ke 6-12 masehi, Islam mencapai masa keemasannya. Hal ini dibuktikan dengan dilahirkannya banyak ilmuwan muslim berkaliber Internasional yang telah menorehkan karya-karya luar biasa dan bermanfaat bagi umat manusia, yakni Az-Zahrawi pada bidang kedokteran, Ibnu Rusyd pada bidang filsafat, dan masih banyak ilmuan berkaliber Internasional lainnya. Pada saat berjayanya peradaban Islam, semangat pencarian ilmu sangat kental dalam kehidupan sehari-hari. Semangat pencarian ilmu yang berkembang menjadi tradisi intelektual secara historis dimulai dari pemahaman (tafaqquh) terhadap al-Qur'an yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW yang kemudian dipahami, ditafsirkan dan dikembangkan oleh para sahabat, tabiin, tabi' tabiin dan para ulama yang datang kemudian dengan merujuk pada Sunnah Nabi Muhammad SAW.

Namun, keadaan masyarakat Islam saat ini bertentangan dengan sejarah masa keemasan umat Islam dahulu. Mengutip dari buku “Yahudi Mengapa Mereka Berprestasi”, karangan KH. Toto Tasmara tahun 2010, kondisi umat Islam saat ini adalah sebagai berikut :

• Di seluruh negara Muslim, hanya terdapat 500 Universitas, sedangkan di Amerika terdapat 5.758 Universitas dan di India terdapat 8.407 Universitas.
• Tidak ada satu pun universitas di negara Islam yang masuk dalam urutan top dunia (The Top 500 Ranking Universities of The World).
• Melek huruf di negara Islam 40%, sedangkan melek huruf di dunia barat 90%.
• Di negara yang berpenduduk mayoritas Muslim hanya 2% dari jumlah penduduk, sedangkan 40% penduduk di negara mayoritas beragama Kristen menikmati sekolah di perguruan tinggi.
• Di negara dengan mayoritas Muslim, di antara 1 juta penduduk hanya ada 230 saintis, sedangkan di Amerika diantara 1 juta penduduk terdapat 5000 saintis.
• Di dunia Arab hanya ada 50 teknisi per 1 juta penduduk, sedangkan di negara berpenduduk kristen ada 1.000 teknisi per 1 juta penduduk.
• Negara-negara Islam hanya menyediakan anggaran 0,2% untuk penelitian (research), sedangkan negara Barat menyediakan anggaran 5%, dan Jepang 7,5%.

Dalam kaitannya membangun negara, pendidikan Islami memerlukan metode yang tepat. Yang dimaksud metode di sini ialah semua cara yang digunakan dalam upaya mendidik seseorang. Banyak sekali metode pendidikan dalam membangun negara, tetapi berdasarkan kondisi saat ini, metode pendidikan Islami untuk membangun Islam dimulai dari individu (diri sendiri) dengan membudayakan baca-tulis, keluarga dengan pemahaman mengenai parenting, dan masyarakat dengan membumikan Al-Quran dan Al-Hadist.

1. Diri Sendiri, Membudayakan Membaca dan Menulis
Salah satu revolusi budaya terpenting bagi umat manusia adalah kemampuan membaca dan menulis. Membaca dan menulis adalah salah satu cara yang digunakan dalam menuntut ilmu. Menuntut ilmu wajib hukumnya, hal ini ditegaskan dalam hadits nabi, yakni “Mencari ilmu itu hukumnya wajib bagi muslimin dan muslimat”(HR. Ibnu Abdil Bari)

Imam Al Ghazali di dalam Kitabnya Ihya Ulumudin mengklasifikasikan Ilmu dalam dua kelompok yaitu 1). Ilmu Fardu a’in, dan 2). Ilmu Fardu Kifayah, Adapun termasuk ilmu fardu a’in ialah ilmu agama dengan segala cabangnya, seperti yang tercakup dalam rukun Islam, sementara itu yang termasuk dalam ilmu (yang menuntutnya) fardhu kifayah antara lain ilmu kedokteran, ilmu berhitung untuk jual beli, ilmu pertanian, ilmu politik, yang pada dasarnya ilmu-ilmu yang dapat membantu dan penting bagi usaha untuk menegakkan urusan dunia.

Pada saat Nuzulul Quran, Rasulullah merupakan seorang ummi (tidak bisa membaca). Rasulullah dipaksa oleh Malaikat Jibril untuk membaca wahyu pertama (Iqra’). Hal ini menunjukkan betapa Islam menekankan pentingnya kegiatan membaca sampai dipilih seorang yang ummi. Wahyu pertama (Iqra’) tidak memiliki objek, sehingga mengimplikasikan bahwa objek yang dibaca adalah umum.

Menurut majalah reform jewish, 70% orang Yahudi Amerika membelanjakan uangnya untuk membeli buku hardcover dengan rincian 39% membeli 1-5 buku,9% membeli 6-9 judul buku, dan 17% membeli lebih dari 10 judul buku pertahun. Kebiasaan membaca ini hanya dapat dikalahkan oleh orang-orang Jepang yang sama gilanya bila mereka membaca buku. Orang Jepang diperkirakan melahap buku bacaan rata-rata 12 buku dan 35 majalah setiap tahun, dan tentu saja mereka pun makhluk keranjingan membaca surat kabar. Belanja buku orang Jepang setiap tahun hampir mencapai 1 triliyun yen bahkan lebih. Hukum universal berlaku, barang siapa yang gemar membaca maka akan mendapatkan informasi, siapa yang mendapatkan informasi maka akan mendapatkan pengetahuan, siapa yang menguasai pengetahuan maka akan menguasai teknologi. Dan siapa yang menguasai informasi, pengetahuan dan teknologi, maka bersiaplah untuk menjadi “raja dunia”. Dan semua itu diawali dengan satu kata perintah, yakni Iqro (Bacalah).

Manfaat lain yang dapat diperoleh dengan melakukan kegiatan baca-tulis, yakni: mengembangkan kepribadian, menambah wawasan, membuka cakrawala berpikir, terhindar dari mengerjakan perbuatan yang kurang bermanfaat, menyalurkan dan mengasah hobi/ketrampilan, bisa menambah/menjadi sumber penghasilan, senatiasa up to date dengan perkembangan berita terakhir, dan masih banyak lagi manfaat yang dapat dipetik dengan melakukan kegiatan baca-tulis. Oleh karena itu, dibutuhkan upaya sungguh-sungguh untuk menghidupkan kembali tradisi baca-tulis sebagai warisan kejayaan Islam agar menggantikan budaya yang lebih suka menonton ketimbang membaca, lebih suka berbicara ketimbang menulis, berpikir dangkal, cengeng, berwawasan sempit dan serba instan.

2. Keluarga, Pemahaman mengenai Parenting
Di dalam keluarga, orang tua merupakan panutan sekaligus contoh bagi anak-anak. Dalam kesehariannya, anak didik berada sekitar 5-7 jam saja di sekolah, selebihnya mereka di "didik" oleh keluarga, sehingga mempengaruhi secara signifikan perkembangan pembentukan karakter anak atau siswa. Mereka akan mengikuti apa yang orang tuanya lakukan. Keluarga melalui orang tua merupakan peletak pertama fondasi aqidah. Oleh karena itu, orang tua harus menjadi cerminan dan teladan yang baik bagi anaknya.

Parenting adalah ilmu pengasuhan Anak, bagaimana mendidiknya, membimbing dan mengasuhnya dengan baik dan benar. Dalam mendidik anak tentunya orang tua harus mempunyai landasan yang jelas agar anak tumbuh berkembang dengan kepribadian yang holistik seimbang antara jiwa, fisik, mental, dan ruhaninya. Menjadi orang tua yang bijaksana dan bertanggungjawab terhadap perkembangan anak harus dibentuk dan tidak bisa begitu saja mengalir.

Untuk membentuk karakter orang tua unggulan maka harus ada faktor-faktor yang mendukung keberhasilan menjadi orang tua diantaranya banyak membaca buku mengenai masalah pendidikan anak, memperkaya informasi parenting melalui browsing di internet, dan melalui diskusi-diskusi seminar dengan tema keluarga.

Pentingnya pengetahuan dan pemahaman parenting ini harus menjadi kebutuhan bagi setiap orang tua karena akan menentukan tumbuh kembang anak ke depannya. Saat ini banyak seminar-seminar mengenai parenting, seminar tersebut akan memberikan banyak manfaat bagi orang tua dalam memberikan pendidikan dan pengertian kepada anak.

3. Masyarakat, Membumikan Al-Quran dan Al-Hadist
Membumikan mempunyai makna menyatukan atau mengintegrasikan. Membumikan Al-Quran dan Al-Hadist adalah upaya untuk menjadikan Al-Quran dan Al-Hadist dapat dicintai dan dipahami masyarakat serta menjadikannya sebagai pegangan. Makna yang lebih mendekati adalah menjadikan Al Qur`an melekat di hati masyarakat khususnya kaum muslimin yang telah mengaku diri sebagai orang Islam.

Untuk dapat membumikan Al-Quran dan Al-Hadist, maka seseorang harus mentadabburi isinya. Mentadabburi berbeda dengan menafsirkan, letak perbedaannya ada pada pengetahuan seseorang tentang makna. Tadabbur adalah mengetahui makna Al-Quran dan Al-Hadist secara ijmaliy (global), sedangkan Tafsir secara tafshiliy (terperinci). Selain itu, menafsirkan membutuhkan syarat-syarat khusus, supaya tidak melampaui maksud Allah SWT yang tersirat di dalam ayat. Adapun tadabbur tidak membutuhkan syarat-syarat khusus, cukup memahami makna ayat secara umum dengan husnul qasdi (itikad yang benar dan baik). Allah berfirman: “Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Quran untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran?”. Seringkali tafsir dimaksudkan hanya untuk sekedar mengetahui makna, sedangkan tadabbur dimaksudkan untuk mengambil manfaat dari ayat dan mengaplikasikannya ke dalam kehidupan agar berbuah perangai yang baik, amal shalih dan keimanan.

Dengan diterapkannya 3 metode pendidikan Islami diatas, diharapkan Indonesia dapat mengambil gilirannya, bukan hanya dalam mensejahterakan negerinya, tetapi juga dalam memimpin dunia yang mulai terseok-seok.



Nur Abdillah Siddiq
Mahasiswa Jurusan Teknik Fisika ITS, sedang menggeluti NanoTeknologi dan dunia pengembangan diri.Memiliki misi besar untuk menjadi insan yang memberikan kontribusi nyata pada agama Islam, Negara Indonesia, dan Orang Tua Tercinta (H. Fajar Rahman dan Hj. Sri Tumiasih). Bagi yang ingin melakukan konsultasi mengenai pengembangan diri menuju legenda pribadi, dapat menghubungi via email Siddiq.tf@gmail.com atau no.hp 087750118140.

0 Reactions:

Posting Komentar

Blog adalah suatu representasi dari individu penulisnya, baik pikiran, pengalaman, perasaan dan sebagainya (Manungkarjono, 2007). Blog juga merupakan suatu hasil karya cipta yang dilindungi UU 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta.

Yuk Taaruf









Nur Abdillah Siddiq
Mahasiswa Jurusan Fisika ITS, sedang menggeluti Fiber Optik dan dunia pengembangan diri. Berusaha mengabdi dan memberikan kontribusi nyata pada agama Islam, Negara Indonesia, dan Orang Tua Tercinta (H. Fajar Rahman dan Hj. Sri Tumiasih).

Blog ini adalah website pribadi Nur Abdillah Siddiq. Diberdayakan oleh Blogger.

Translate

Popular Posts

Yuk Baca !

Yuk Baca !