Pada suatu petang, antena seekor ngengat jantan mendeteksi antraktan (zat kimiawi penarik semacam feromon yang berfungsi sebagai parfum) yang dihasilkan oleh ngengat betina disuatu tempat yang searah dengan datangnya angin. Ngengat jantan terbang ke udara, mengangkasa, mengikuti jejak bau itu menuju ngengat betina.
Dalam perjalanannya, tiba-tiba sensor vibrasi di bagian abdomen ngengat itu mendeteksi derik ultrasonik dari seekor kelelawar yang dengan cepat mendekat. Sonar kelelawar memungkinkan mamalia tersebut menemukan ngengat dan mangsa serangga terbang lainnya. Kemudian sistem saraf ngengat secara reflek mengubah output motoris ke otot sayapnya yang memungkinkan serangga itu mengelak dalam gerakan spiral ke arah tanah.
Banyak ngengat dapat melarikan diri karena mampu mendeteksi sonar kelelawar dari jarak sekitar 30 m. Sedangkan kelelawar harus berada dlam jarak 3 m untuk dapat mengindera ngengat, akan tetapi karena kelelawar terbang jauh lebih cepat dari pada ngengat, kelelawar masih tetap mempunyai waktu untuk mendeteksi, menuju sasaran, dan menangkap ngengat (mangsanya).
Hasil interaksi ini bergantung pada kemampuan pemangsa (kelelawar) maupun mangsa (ngengat) untuk mengindera stimulus lingkungan yang penting dan menghasilkan gerakan terkoordinasi yang tepat. Meskipun tidak semua interaksi seekor hewan dengan lingkungannya dari waktu ke waktu sedramatis interaksi dan pengolahan antara pemangsa dan mangsa,
Pendeteksian dan pengolahan informasi sensoris dan pembangkitan output memberikan dasar fisiologis bagi semua perilaku hewan.
Fasilitas copy, ctrl + a, ctrl + c, dan klik kanan telah dimatikan (disable),
apabila hendak menyalin dan mendapatkan postingan ini
silahkan mendownload
COPAS
BalasHapus